jabir Ra

beliau adalah sahabat utama nabi, pershabatannya menghanguskan nafsu dunianya, jadi ucapan beliau adalah sumber islam yang lebih murni, bisa dipakai untuk memahami spirit nabi As
Salah satu hadits yang berasal dari Jabir adalah peringatan agar tidak mudah mengkafirkan sesama muslim:
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ : كَانَ جَابِرٌ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، يُجَاوِرُ بِمَكَّةَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ ، وَكُنَّا نَأْتِيهِ فِي مَنْزِلِهِ فِي بَنِي فِهْرٍ فَسَأَلَهُ رَجُلٌ : أَكُنْتُمْ تُسَمُّونَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ مُشْرِكًا ؟ قَالَ : مَعَاذَ اللَّهِ . قَالَ : أَكُنْتُم تُسَمُّونَ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ كَافِرًا ؟ قَالَ : لا
Artinya: Seorang lelaki bertanya pada Jabir, “Apakah engkau akan menyebut ahli kiblat (maksudnya, orang Islam) sebagai musyrik?” Jabir menjawab, “(Tidak) Aku berlindung pada Allah (dari sikap itu).” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah engkau akan menyebut ahli kiblat dengan kafir?” Jabir menjawab, “Tidak.”[5]
Hadits lain dari Jabir bin Abdillah yang patut menjadi renungan kita semua adalah hadits berikut:
لَا تَطْلُبُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ، وَتَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ
Artinya: Janganlah kalian belajar ilmu untuk bermegah-megah dengan ulama, atau untuk mengelabui orang bodoh, atau untuk menyombongkan diri di majelis. Barangsiapa melakukan demikian, neraka! Neraka![6]




Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, "Aku keluar bersama Rasulullah pada perang Dzat ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah. Ketika Rasulullah kembali dari perang Dzat ar-Riqa’, teman-temanku dapat berjalan dengan lancar, sementara aku tertinggal di belakang hingga beliau menyusulku. Beliau ber sabda kepadaku, "Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan." Beliau bersabda, "Suruh ia duduk!" Aku mendudukkan untaku dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu beliau bersabda, "Berikan tongkatmu kepadaku!" Atau beliau bersabda: "Potongkan sebuah tongkat untukku dari pohon itu."

Lalu aku pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW., dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya. Beliau menusuk lambung untaku beberapa kali kemudian bersabda, "Naikilah untamu!" Aku segera menaikinya. Demi Allah yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip un ta beliau. Kami bercakap-cakap, ke mudian beliau bersabda, "Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual unta mu kepadaku?" Aku menjawab, "Tidak wa hai Rasulullah, namun aku akan menghibahkannya kepadamu." Beliau ber sabda, "Juallah untamu ini ke padaku!"

Aku menjawab, "Kalau begitu, hargailah untaku ini." Beliau bersabda, "Bagai mana kalau satu dirham?" Aku menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah, kalau harganya seperti itu, engkau merugi kanku." Beliau bersabda, "Dua dirham?" Aku menjawab, "Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah." Beliau terus me naikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?" Beliau menjawab, "Ya." Aku berkata, "Kalau begitu unta ini menjadi milikmu." "Ya, aku telah terima" jawab beliau lalu bersabda, "Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?" "Sudah, wahai Rasulullah," Jawabku. Beliau bertanya, "Dengan gadis ataukah janda?", "Dengan janda," Jawabku. Beliau bersabda, "Kenapa engkau tidak menikahi seorang gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?" Aku menjawab, "Ayahku gugur di perang Uhud dan meninggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka."

Beliau bersabda, "Engkau benar, insyaAllah. Bagaimana jika telah tiba di Shirar (Sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya?" "Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah," jawabku. Beliau bersabda, "Engkau akan memilikinya insyaAllah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik."

Setibanya di Shirar, Rasulullah SAW, memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta dan kemudian disembelih. Kami mengadakan jamuan makan pada hari itu. Pada sore hari, beliau masuk ke rumah, dan kami pun masuk ke rumah kami. Aku ceritakan kisah ini dan sabda Rasulullah kepada istriku. Istriku berkata, "Lakukanlah itu, dengar dan taatlah."

Esok paginya aku membawa untaku, menuntun dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah, kemudian aku duduk di dekat masjid. Ketika beliau keluar dan melihatnya, beliau bersabda, "Apa ini?" Para sahabat menjawab, "Ini unta yang dibawa Jabir." Beliau bersabda, "Di mana Jabir?" Aku pun di panggil, kemudian beliau bersabda, "Wa hai anak saudaraku, ambillah unta mu, karena ia menjadi milikmu!" Beliau memanggil Bilal dan bersabda kepa danya, "Pergilah bersama Jabir, dan beri kan kepadanya uang satu uqiyah!" Aku pergi bersama Bilal, dan kemudian ia memberiku uang satu uqiyah dan memberi sedikit tambahan kepadaku. Demi Allah, pemberian beliau tesebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku hingga aku mendapat musibah di perang al- Harrah belum lama ini.

Dari kisah Jabir ra di atas, ada beberapa hikmah yang dapat diambil. Per tama, dalam muamalah, komunikasi sosial sangat penting. Rasulullah SAW sangat dikenal memiliki kepribadian yang santun dalam ucapan dan tingkah lakunya. Dari kisah di atas, beliau mengajak berdialog dengan komunikasi yang sangat santun. Menurut ahli tafsir, sebenarnya, beliau ingin mengetahui berapa kebutuhan sahabatnya. Namun, beliau tidak serta merta "to the point" mena nyakannya kepada Jabir ra, melainkan beliau ajak dialog. Secara nyata, beliau melakukannya dengan penawaran beli unta yang dimiliki sahabatnya dan beliau lakukan dengan setahap demi setahap hingga mencapai penawaran yang diinginkan sahabatnya, sehingga kemudian beliau mengetahui bahwa sebesar itulah yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Cara ini masih berlaku pada zaman beliau, yaitu ketika kaum mukminin memiliki kepribadian yang luhur termasuk memegang teguh kejujuran. Sehingga, dari cara ini, Jabir ra sangat dapat dipercaya bahwa memang sebesar itulah kebutuhan beliau. Dari cara ini pula, pertanyaan Rasulullah SAW dapat terjawab.



عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Aku ikut bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari ‘Idul Adha di Mushalla (lapangan tempat shalat). Setelah selesai khutbah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor kambing kibasy, lalu Rasulullah menyembelihnya dengan kedua tangannya seraya berkata,”Dengan menyebut nama Allah, Allahu akbar, ini adalah kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang belum berkurba


Berikut hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah Al-Anshari RA yang bersumber langsung dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda yang artinya sebagai berikut:

“Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga, sampai saya kira ia mau menjadikannya sebagai ahli waris. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang perempuan, sampai saya kira ia akan mengharamkan menalakya. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang hamba hamba sahaya, sampai saya kira ia akan menentukan saat kemerdekaan mereka dengan sendirinya."

"Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang bersiwak, sampai saya kira ia akan menjadi wajib. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang salat berjamaah, sampai saya kira Allah tidak akan menerima salat kecuali dengan berjamaah. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku agar mengerjakan salat Qiyamul Lail, sampai saya kira tidak boleh tidur di malam hari. Dan Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku agar berzikir (menyebut) nama Allah, sampai saya kira suatu ucapan tidak bermanfaat tanpa disertai zikir kepada Allah (menyebut Asma Allah)."Demikian pesan Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Jika dicermati wasiat tersebut sarat dengan hikmah karena di dalamnya terdapat banyak nasihat yang merupakan tuntunan syariat.

Menurut sebagian data, hubungan antara Rasulullah saw dan Jabir penuh dengan kecintaan dan persahabatan. Suatu hari Jabir jatuh sakit dan Rasulullah saw pun menjenguknya. Jabir yang sepertinya tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh bertanya tentang hukum waris atas harta peninggalannya untuk saudari-saudarinya. Rasulullah saw memberi semangat dan harapan kepadanya dan memberi kabar gembira tentang umur panjangnya, dan turunlah sebuah ayat yang terkenal[15] dengan nama ayat Kalalah[16] yang menjawab pertanyaan Jabir.


Nabi SAW mengibaratkannya jarak waktu terjadinya kiamat dengan dua jari, telunjuk dan jari tengah. Dan begitu menyebut persoalan kiamat, ekspresi wajah Rasulullah mendadak berubah. Mukanya memerah seperti saat ia memberi instruksi kepada para tentaranya untuk berperang.

DI antara hadis-hadis sahih yang tidak menunjukan penetuan hari kiamat adalah hadis riwayat Muslim bahwa Jabir bin Abdullah berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda sebulan sebelum beliau meninggal, ‘Kalian bertanya kepadaku mengenai kiamat, padahal pengetahuan tentangnya ada pada Allah. Aku bersumpah atas nama Allah, tidak ada di atas bumi jiwa yang lahir pada hari ini yang pada tahun ke seratus ia masih hiup,” (Jami’ al-Ushul, X, h. 387, hadis no.7890)


abir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)
2. Disia-siakannya amanat

Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Bukhari)


Jabir, beliau bertanya kepada Rasulullah SAW makhluk pertama yang diciptakan Allah Ta’ala, Rasulullah SAW bersabda :

ان الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذالك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا انس ولا جن ولا أرض ولا سماء  ولا شمس ولا قمر
Artinya :  Sesungguhnya Allah telah mencipta, sebelum adanya sesuatu, nur nabimu, maka dijadikan nur tersebut beredar dengan kekuasaan qudrahNya menurut yang dikehendaki Allah. Dan belum ada pada waktu itu luh, qalam, syurga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari dan bulan.[4]

Dikisahkan di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Jabir bin Abdullah mengetahui keadaan Kanjeng Nabi dan merasa iba melihat kondisinya yang tampak lelah dan lapar. Jabir pun ingin menjamu Kanjeng Nabi. Ia berkata, “Kanjeng Nabi, saya mohon izin untuk pulang sebentar ke rumah”.
anjeng Nabi memberinya izin. Saat tiba di rumah, Jabir berkata kepada istrinya, “Aku melihat Kanjeng Nabi sangat lemah dan lapar. Namun, beliau tetap bersabar. Apakah kita punya sesuatu untuk dimasak, Dik?”
Istri Jabir menjawab, “Kita punya gandum dan anak kambing. Tapi anak kambing itu kurus, Mas.”
Jabir pun menyembelih kambing kurus, lalu istrinya memasaknya. Kemudian istri Jabir juga membuat beberapa potong roti gandum. Setelah makanan siap disajikan, Jabir bergegas pergi menemui Rasulullah Saw.
“Kanjeng Nabi, aku punya sedikit makanan di rumah. Monggo Panjenengan datang ke rumahku bersama dua atau tiga orang untuk makan dulu,” ujar Jabir.
Ada makanan apa, Kang Jabir?” tanya Kanjeng Nabi.
Jabir menuturkan apa adanya. Lalu, Rasulullah Saw. berkata, “Oh itu makanan yang banyak dan baik, Kang. Katakan kepada istrimu agar jangan dulu membuka tutup makanan dan menghidangkan rotinya hingga aku datang.”
Nggih,” ucapnya.
Jabir bergegas pulang ke rumahnya mendahului Kanjeng Nabi. Sementara itu, Rasulullah Saw berseru kepada para sahabat, “Berhentilah kalian semua. Istirahat dulu. Ayo kita pergi ke rumah Jabir”.abir mendatangi istrinya. “Aduh, Dik.”
“Ada apa, Kang Mas?” tanya istri Jabir.
“Lha ini kita harus bagaimana? Kok Kanjeng Nabi datang bersama semua sahabat.”
“Apakah beliau telah bertanya sebelumnya kepadamu, Kang Mas?” tanya istrinya.
“Ya. Sudah, Dik,” jawab Jabir.
“Oh. Kalau begitu ya ndak perlu kaget,” jawab istrinya seolah mengerti bahwa Kanjeng Nabi pasti menunjukkan keistimewaannya. Pasti akan ada hal ajaib yang akan terjadi.
Dugaan istri Jabir benar. Kanjeng Nabi membuka tutup panci dan mengambil masakan daging kambing itu. Lalu, para sahabat mengikutinya hingga semua orang yang datang ke rumah Jabir bisa makan dengan kenyang.Setelah semua orang mendapatkan jatah makan, Kanjeng Nabi Muhammad menyuruh istri Jabir untuk makan. Ternyata, di panci itu masih tersisa masakan untuk Jabir dan istrinya, begitu pun rotinya.
Jabir pun heran. Sebab daging kambing dan roti yang disediakan olehnya dan istrinya mestinya hanya cukup dimakan beberapa orang saja. Namun ternyata makanan itu bisa dinikmati semua sahabat yang datang ke rumah Jabir. (alif.id)
untuk kisah Jabir bin Abdullah kali ini, biarkan beliau sendiri yang bercerita:

"Di perang Khandaq kami menggali parit, tiba-tiba sebuah batu besar menghalangi proses penggalian, kami tidak kuasa menghancurkannya. Kami datang kepada Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, penggalian kami terhadang oleh sebongkah batu padas yang kokoh, kapak-kapak kami tumpul menghadapinya.'

Maka Nabi bersabda, 'Biarkan ia, aku akan turun menanganinya.' Kemudian beliau bangkit, saat itu beliau mengganjal perutnya dengan batu karena rasa lapar yang sangat. Karena selama tiga hari kami tidak mencicipi makanan. Nabi mengambil kapak dan menghantamkannya ke batu tersebut hingga batu itu pecah. Saat itu aku sangat sedih melihat keadaan Rasulullah yang sedang menahan lapar. Lantas aku menemuinya dan berkata, 'Apakah engkau mengizinkanku untuk pulang sebentar ya Rasulullah?' Nabi menjawab, 'Silakan.'

Maka akupun pulang, setibaku di rumah aku bertanya pada istriku, 'Apakah kamu mempunyai sedikit makanan, sungguh aku sangat sedih melihat rasa lapar yang menimpa Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, di mana tidak akan ada orang yang bisa menahannya.'

Istrinya menjawab, 'Sedikit gandum dan seekor domba kecil.' Lalu aku menyembelih domba itu, menggulitinya dan memotong-motongnya, aku meletakkannya di sebuah bejana, lalu aku mengambil gandum, menggilingnya dan menyerahkannya pada istriku agar dibuatkan adonan. Ketika aku melihat daging hampir matang, adonan pun sudah mulai mengembang, aku meninggalkan rumah menuju Rasulullah. Aku berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, ada sedikit makanan yang kami buat. Silakan engkau datang bersama satu atau dua orang.'
eliau bertanya, 'Berapa banyak makananmu?' Maka aku jelaskan keadaan yang sebenarnya. Tatkala Nabi mengetahui kadar makanan kami, beliau bersabda:

'Wahai orang-orang yang sedang menggali parit, sesungguhnya Jabir telah membuat makanan untuk kalian, marilah kita menyantapnya.' Kemudian Nabi berkata kepadaku, 'Pulanglah dulu dan katakan kepada istrimu jangan menurunkan bejana dari tungku dan jangan membuka adonannya sampai aku datang.'


Aku pun pulang dengan perasaan malu, benar-benar malu, malu yang hanya diketahui Allah. Aku berkata dalam diriku, 'Apakah para penggali parit itu semua akan hadir untuk menyantap satu sha' gandum dan seekor domba kecil?' Aku segera masuk rumah dan berkata pada istriku, 'Celaka, aku benar-benar malu, Rasulullah membawa seluruh orang-orang Khandaq kepada kita.' Istri ku bertanya, 'Apakah beliau bertanya berapa banyak makananmu?' 'Ya' Jawabku.

Rasulullah malah berkata, 'Berbahagialah, Allah dan RasulNya lebih mengetahui.' Kata-kata istriku membuat kecemasanku sirna. Tidak lama kemudian Rasulullah datang bersama orang-orang Muhajirin dan Anshar. Beliau bersabda, 'Masuklah dan jangan berdesak-desakkan.' Kemudian beliau bersabda, 'Panggillah orang lain untuk membuat roti bersamamu, jangan menurunkan bejanamu dari tungku, cukup bagimu menciduknya.'

Lalu Nabi memotong-motong roti, meletakkan daging di atasnya dan menyuguhkannya kepada seluruh sahabat. Mereka semua makan dengan kenyang.
Aku bersumpah dengan nama Allah, ketika orang banyak meninggalkan rumahku saat itu bejanaku masih mendidih penuh dengan daging sedangkan adonanku masih seperti sedia kala. Kemudian Nabi bersabda pada istriku, 'Makanlah dan hadiahkanlah.' Maka dia makan dan membagi-bagikannya pada orang lain."



Suatu saat Jabir bin Abdullah berangkat ke Romawi untuk berjihad di jalan Allah. Pasukannya dipimpin oleh Malik bin Abdullah al-Khats ‘amir. Malik berkeliling memeriksa pasukannya untuk mengetahui keadaan mereka, memompa semangat mereka dan memberikan perhatian kepada para pemukanya sesuai dengan kedudukan mereka.

Malik melihat Jabir berjalan kaki, dia menuntun seekor baghl dan memegang tali kekangnya. Malik bertanya, "Mengapa engkau tidak berkendaraan wahai Abu Abdullah? Bukankah Allah telah memudahkan bagimu kendaraan yang bisa engkau tunggangi?"

Maka Jabir menjawab, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa kedua kakinya berdebu di jalan Allah niscaya Allah akan mengharamkannya atas neraka."

Maka Malik meninggalkan Jabir dan berjalan sampai depan pasukannya. Kemudian dia berbalik menghadap pasukannya dan berteriak, "Wahai Abu Abdullah, mengapa engkau tidak berkendara padahal ia ada di tanganmu?"

Jabir mengerti maksud pertanyaan tersebut, dia menjawab dengan suara tinggi, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa kedua kakinya berdebu di jalan Allah niscaya Allah akan mengharamkannya atas neraka."

Maka orang banyakpun turun dari kendaraan mereka. Semua orang ingin meraih pahala tersebut. Tidak ada pasukan dengan pejalan kaki paling banyak dibanding dengan pasukan Malik.



Jabir bin Abdillah z berkata, “Kehausan menimpa para sahabat pada Perang Hudaibiyah. Ketika itu di hadapan Nabi ada bejana (berisi air), beliau pun berwudhu. Manusia menghampiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan wajah-wajah yang tampak kesusahan dan kesedihan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ada apa dengan kalian?’ ‘Wahai Rasulullah, Kami tidak memiliki air untuk berwudhu, tidak pula untuk minum selain air yang ada di hadapanmu.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu meletakkan tangan beliau ke dalam bejana, seketika itu air memancar deras dari sela-sela jari jemari beliau seperti mata air, kami segera minum dan berwudhu dengan air itu.” Jabir ditanya, “Berapa jumlah sahabat ketika itu?” Jabir menjawab, “Seandainya jumlah kami seratus ribu, niscaya air itu mencukupi kami. Ketika itu jumlah kami seribu lima ratus orang.” (HR. al-Bukhari)

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sewaktu ayahku meninggal, ia masih mempunyai utang yang banyak. Kemudian, aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melaporkan kepada beliau mengenai utang ayahku. Aku berkata kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulullah, ayahku telah meninggalkan banyak utang. Aku sendiri sudah tidak mempunyai apa-apa lagi selain yang keluar dari pohon kurma. Akan tetapi, pohon kurma itu sudah dua tahun tidak berbuah.’ Hal ini sengaja aku sampaikan kepada Rasulullah agar orang yang memiliki piutang tersebut tidak berbuat buruk kepadaku.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajakku pergi ke kebun kurma. Sesampainya di sana beliau mengitari pohon kurmaku yang dilanjutkan dengan berdoa. Setelah itu beliau duduk seraya berkata kepadaku, ‘Ambillah buahnya.’ Mendengar perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, aku langsung memanjat pohon kurma untuk memetik buahnya yang tiba-tiba berbuah. Buah kurma itu kupetik sampai cukup jumlahnya untuk menutupi utang ayahku, bahkan lebih.” (HR. al-Bukhari juz 4 no. 780)