jabir Ra

beliau adalah sahabat utama nabi, pershabatannya menghanguskan nafsu dunianya, jadi ucapan beliau adalah sumber islam yang lebih murni, bisa dipakai untuk memahami spirit nabi As
Salah satu hadits yang berasal dari Jabir adalah peringatan agar tidak mudah mengkafirkan sesama muslim:
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ : كَانَ جَابِرٌ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، يُجَاوِرُ بِمَكَّةَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ ، وَكُنَّا نَأْتِيهِ فِي مَنْزِلِهِ فِي بَنِي فِهْرٍ فَسَأَلَهُ رَجُلٌ : أَكُنْتُمْ تُسَمُّونَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ مُشْرِكًا ؟ قَالَ : مَعَاذَ اللَّهِ . قَالَ : أَكُنْتُم تُسَمُّونَ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ كَافِرًا ؟ قَالَ : لا
Artinya: Seorang lelaki bertanya pada Jabir, “Apakah engkau akan menyebut ahli kiblat (maksudnya, orang Islam) sebagai musyrik?” Jabir menjawab, “(Tidak) Aku berlindung pada Allah (dari sikap itu).” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah engkau akan menyebut ahli kiblat dengan kafir?” Jabir menjawab, “Tidak.”[5]
Hadits lain dari Jabir bin Abdillah yang patut menjadi renungan kita semua adalah hadits berikut:
لَا تَطْلُبُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ، وَتَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ
Artinya: Janganlah kalian belajar ilmu untuk bermegah-megah dengan ulama, atau untuk mengelabui orang bodoh, atau untuk menyombongkan diri di majelis. Barangsiapa melakukan demikian, neraka! Neraka![6]




Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, "Aku keluar bersama Rasulullah pada perang Dzat ar-Riqa’, dari Nakhl dengan mengendarai seekor unta yang lemah. Ketika Rasulullah kembali dari perang Dzat ar-Riqa’, teman-temanku dapat berjalan dengan lancar, sementara aku tertinggal di belakang hingga beliau menyusulku. Beliau ber sabda kepadaku, "Apa yang terjadi denganmu, wahai Jabir?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan." Beliau bersabda, "Suruh ia duduk!" Aku mendudukkan untaku dan beliau juga mendudukkan untanya. Setelah itu beliau bersabda, "Berikan tongkatmu kepadaku!" Atau beliau bersabda: "Potongkan sebuah tongkat untukku dari pohon itu."

Lalu aku pun mengerjakan perintah Rasulullah SAW., dan beliau mengambil tongkat yang dimintanya. Beliau menusuk lambung untaku beberapa kali kemudian bersabda, "Naikilah untamu!" Aku segera menaikinya. Demi Allah yang mengutus beliau dengan membawa kebenaran, untaku mampu menyalip un ta beliau. Kami bercakap-cakap, ke mudian beliau bersabda, "Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual unta mu kepadaku?" Aku menjawab, "Tidak wa hai Rasulullah, namun aku akan menghibahkannya kepadamu." Beliau ber sabda, "Juallah untamu ini ke padaku!"

Aku menjawab, "Kalau begitu, hargailah untaku ini." Beliau bersabda, "Bagai mana kalau satu dirham?" Aku menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah, kalau harganya seperti itu, engkau merugi kanku." Beliau bersabda, "Dua dirham?" Aku menjawab, "Aku tidak mau seharga itu, wahai Rasulullah." Beliau terus me naikkan penawaran hingga harga unta itu mencapai satu uqiyah (kira-kira setara dengan 40 dirham).

Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau ridha dengan harga itu?" Beliau menjawab, "Ya." Aku berkata, "Kalau begitu unta ini menjadi milikmu." "Ya, aku telah terima" jawab beliau lalu bersabda, "Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?" "Sudah, wahai Rasulullah," Jawabku. Beliau bertanya, "Dengan gadis ataukah janda?", "Dengan janda," Jawabku. Beliau bersabda, "Kenapa engkau tidak menikahi seorang gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?" Aku menjawab, "Ayahku gugur di perang Uhud dan meninggalkan tujuh orang anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga bisa mengurus dan mengasuh mereka."

Beliau bersabda, "Engkau benar, insyaAllah. Bagaimana jika telah tiba di Shirar (Sebuah tempat kira-kira 5 km dari kota Madinah) nanti aku perintahkan penyiapan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari tersebut hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia melepaskan bantalnya?" "Aku tidak memiliki bantal wahai Rasulullah," jawabku. Beliau bersabda, "Engkau akan memilikinya insyaAllah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik."

Setibanya di Shirar, Rasulullah SAW, memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta dan kemudian disembelih. Kami mengadakan jamuan makan pada hari itu. Pada sore hari, beliau masuk ke rumah, dan kami pun masuk ke rumah kami. Aku ceritakan kisah ini dan sabda Rasulullah kepada istriku. Istriku berkata, "Lakukanlah itu, dengar dan taatlah."

Esok paginya aku membawa untaku, menuntun dan mendudukkannya di depan pintu masjid Rasulullah, kemudian aku duduk di dekat masjid. Ketika beliau keluar dan melihatnya, beliau bersabda, "Apa ini?" Para sahabat menjawab, "Ini unta yang dibawa Jabir." Beliau bersabda, "Di mana Jabir?" Aku pun di panggil, kemudian beliau bersabda, "Wa hai anak saudaraku, ambillah unta mu, karena ia menjadi milikmu!" Beliau memanggil Bilal dan bersabda kepa danya, "Pergilah bersama Jabir, dan beri kan kepadanya uang satu uqiyah!" Aku pergi bersama Bilal, dan kemudian ia memberiku uang satu uqiyah dan memberi sedikit tambahan kepadaku. Demi Allah, pemberian beliau tesebut terus berkembang dan bisa dilihat tempatnya di rumahku hingga aku mendapat musibah di perang al- Harrah belum lama ini.

Dari kisah Jabir ra di atas, ada beberapa hikmah yang dapat diambil. Per tama, dalam muamalah, komunikasi sosial sangat penting. Rasulullah SAW sangat dikenal memiliki kepribadian yang santun dalam ucapan dan tingkah lakunya. Dari kisah di atas, beliau mengajak berdialog dengan komunikasi yang sangat santun. Menurut ahli tafsir, sebenarnya, beliau ingin mengetahui berapa kebutuhan sahabatnya. Namun, beliau tidak serta merta "to the point" mena nyakannya kepada Jabir ra, melainkan beliau ajak dialog. Secara nyata, beliau melakukannya dengan penawaran beli unta yang dimiliki sahabatnya dan beliau lakukan dengan setahap demi setahap hingga mencapai penawaran yang diinginkan sahabatnya, sehingga kemudian beliau mengetahui bahwa sebesar itulah yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Cara ini masih berlaku pada zaman beliau, yaitu ketika kaum mukminin memiliki kepribadian yang luhur termasuk memegang teguh kejujuran. Sehingga, dari cara ini, Jabir ra sangat dapat dipercaya bahwa memang sebesar itulah kebutuhan beliau. Dari cara ini pula, pertanyaan Rasulullah SAW dapat terjawab.



عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Aku ikut bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari ‘Idul Adha di Mushalla (lapangan tempat shalat). Setelah selesai khutbah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor kambing kibasy, lalu Rasulullah menyembelihnya dengan kedua tangannya seraya berkata,”Dengan menyebut nama Allah, Allahu akbar, ini adalah kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang belum berkurba


Berikut hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah Al-Anshari RA yang bersumber langsung dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda yang artinya sebagai berikut:

“Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga, sampai saya kira ia mau menjadikannya sebagai ahli waris. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang perempuan, sampai saya kira ia akan mengharamkan menalakya. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang hamba hamba sahaya, sampai saya kira ia akan menentukan saat kemerdekaan mereka dengan sendirinya."

"Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang bersiwak, sampai saya kira ia akan menjadi wajib. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang salat berjamaah, sampai saya kira Allah tidak akan menerima salat kecuali dengan berjamaah. Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku agar mengerjakan salat Qiyamul Lail, sampai saya kira tidak boleh tidur di malam hari. Dan Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku agar berzikir (menyebut) nama Allah, sampai saya kira suatu ucapan tidak bermanfaat tanpa disertai zikir kepada Allah (menyebut Asma Allah)."Demikian pesan Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Jika dicermati wasiat tersebut sarat dengan hikmah karena di dalamnya terdapat banyak nasihat yang merupakan tuntunan syariat.

Menurut sebagian data, hubungan antara Rasulullah saw dan Jabir penuh dengan kecintaan dan persahabatan. Suatu hari Jabir jatuh sakit dan Rasulullah saw pun menjenguknya. Jabir yang sepertinya tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh bertanya tentang hukum waris atas harta peninggalannya untuk saudari-saudarinya. Rasulullah saw memberi semangat dan harapan kepadanya dan memberi kabar gembira tentang umur panjangnya, dan turunlah sebuah ayat yang terkenal[15] dengan nama ayat Kalalah[16] yang menjawab pertanyaan Jabir.


Nabi SAW mengibaratkannya jarak waktu terjadinya kiamat dengan dua jari, telunjuk dan jari tengah. Dan begitu menyebut persoalan kiamat, ekspresi wajah Rasulullah mendadak berubah. Mukanya memerah seperti saat ia memberi instruksi kepada para tentaranya untuk berperang.

DI antara hadis-hadis sahih yang tidak menunjukan penetuan hari kiamat adalah hadis riwayat Muslim bahwa Jabir bin Abdullah berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda sebulan sebelum beliau meninggal, ‘Kalian bertanya kepadaku mengenai kiamat, padahal pengetahuan tentangnya ada pada Allah. Aku bersumpah atas nama Allah, tidak ada di atas bumi jiwa yang lahir pada hari ini yang pada tahun ke seratus ia masih hiup,” (Jami’ al-Ushul, X, h. 387, hadis no.7890)


abir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)
2. Disia-siakannya amanat

Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Bukhari)


Jabir, beliau bertanya kepada Rasulullah SAW makhluk pertama yang diciptakan Allah Ta’ala, Rasulullah SAW bersabda :

ان الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذالك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا انس ولا جن ولا أرض ولا سماء  ولا شمس ولا قمر
Artinya :  Sesungguhnya Allah telah mencipta, sebelum adanya sesuatu, nur nabimu, maka dijadikan nur tersebut beredar dengan kekuasaan qudrahNya menurut yang dikehendaki Allah. Dan belum ada pada waktu itu luh, qalam, syurga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari dan bulan.[4]

Dikisahkan di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Jabir bin Abdullah mengetahui keadaan Kanjeng Nabi dan merasa iba melihat kondisinya yang tampak lelah dan lapar. Jabir pun ingin menjamu Kanjeng Nabi. Ia berkata, “Kanjeng Nabi, saya mohon izin untuk pulang sebentar ke rumah”.
anjeng Nabi memberinya izin. Saat tiba di rumah, Jabir berkata kepada istrinya, “Aku melihat Kanjeng Nabi sangat lemah dan lapar. Namun, beliau tetap bersabar. Apakah kita punya sesuatu untuk dimasak, Dik?”
Istri Jabir menjawab, “Kita punya gandum dan anak kambing. Tapi anak kambing itu kurus, Mas.”
Jabir pun menyembelih kambing kurus, lalu istrinya memasaknya. Kemudian istri Jabir juga membuat beberapa potong roti gandum. Setelah makanan siap disajikan, Jabir bergegas pergi menemui Rasulullah Saw.
“Kanjeng Nabi, aku punya sedikit makanan di rumah. Monggo Panjenengan datang ke rumahku bersama dua atau tiga orang untuk makan dulu,” ujar Jabir.
Ada makanan apa, Kang Jabir?” tanya Kanjeng Nabi.
Jabir menuturkan apa adanya. Lalu, Rasulullah Saw. berkata, “Oh itu makanan yang banyak dan baik, Kang. Katakan kepada istrimu agar jangan dulu membuka tutup makanan dan menghidangkan rotinya hingga aku datang.”
Nggih,” ucapnya.
Jabir bergegas pulang ke rumahnya mendahului Kanjeng Nabi. Sementara itu, Rasulullah Saw berseru kepada para sahabat, “Berhentilah kalian semua. Istirahat dulu. Ayo kita pergi ke rumah Jabir”.abir mendatangi istrinya. “Aduh, Dik.”
“Ada apa, Kang Mas?” tanya istri Jabir.
“Lha ini kita harus bagaimana? Kok Kanjeng Nabi datang bersama semua sahabat.”
“Apakah beliau telah bertanya sebelumnya kepadamu, Kang Mas?” tanya istrinya.
“Ya. Sudah, Dik,” jawab Jabir.
“Oh. Kalau begitu ya ndak perlu kaget,” jawab istrinya seolah mengerti bahwa Kanjeng Nabi pasti menunjukkan keistimewaannya. Pasti akan ada hal ajaib yang akan terjadi.
Dugaan istri Jabir benar. Kanjeng Nabi membuka tutup panci dan mengambil masakan daging kambing itu. Lalu, para sahabat mengikutinya hingga semua orang yang datang ke rumah Jabir bisa makan dengan kenyang.Setelah semua orang mendapatkan jatah makan, Kanjeng Nabi Muhammad menyuruh istri Jabir untuk makan. Ternyata, di panci itu masih tersisa masakan untuk Jabir dan istrinya, begitu pun rotinya.
Jabir pun heran. Sebab daging kambing dan roti yang disediakan olehnya dan istrinya mestinya hanya cukup dimakan beberapa orang saja. Namun ternyata makanan itu bisa dinikmati semua sahabat yang datang ke rumah Jabir. (alif.id)
untuk kisah Jabir bin Abdullah kali ini, biarkan beliau sendiri yang bercerita:

"Di perang Khandaq kami menggali parit, tiba-tiba sebuah batu besar menghalangi proses penggalian, kami tidak kuasa menghancurkannya. Kami datang kepada Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, penggalian kami terhadang oleh sebongkah batu padas yang kokoh, kapak-kapak kami tumpul menghadapinya.'

Maka Nabi bersabda, 'Biarkan ia, aku akan turun menanganinya.' Kemudian beliau bangkit, saat itu beliau mengganjal perutnya dengan batu karena rasa lapar yang sangat. Karena selama tiga hari kami tidak mencicipi makanan. Nabi mengambil kapak dan menghantamkannya ke batu tersebut hingga batu itu pecah. Saat itu aku sangat sedih melihat keadaan Rasulullah yang sedang menahan lapar. Lantas aku menemuinya dan berkata, 'Apakah engkau mengizinkanku untuk pulang sebentar ya Rasulullah?' Nabi menjawab, 'Silakan.'

Maka akupun pulang, setibaku di rumah aku bertanya pada istriku, 'Apakah kamu mempunyai sedikit makanan, sungguh aku sangat sedih melihat rasa lapar yang menimpa Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, di mana tidak akan ada orang yang bisa menahannya.'

Istrinya menjawab, 'Sedikit gandum dan seekor domba kecil.' Lalu aku menyembelih domba itu, menggulitinya dan memotong-motongnya, aku meletakkannya di sebuah bejana, lalu aku mengambil gandum, menggilingnya dan menyerahkannya pada istriku agar dibuatkan adonan. Ketika aku melihat daging hampir matang, adonan pun sudah mulai mengembang, aku meninggalkan rumah menuju Rasulullah. Aku berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, ada sedikit makanan yang kami buat. Silakan engkau datang bersama satu atau dua orang.'
eliau bertanya, 'Berapa banyak makananmu?' Maka aku jelaskan keadaan yang sebenarnya. Tatkala Nabi mengetahui kadar makanan kami, beliau bersabda:

'Wahai orang-orang yang sedang menggali parit, sesungguhnya Jabir telah membuat makanan untuk kalian, marilah kita menyantapnya.' Kemudian Nabi berkata kepadaku, 'Pulanglah dulu dan katakan kepada istrimu jangan menurunkan bejana dari tungku dan jangan membuka adonannya sampai aku datang.'


Aku pun pulang dengan perasaan malu, benar-benar malu, malu yang hanya diketahui Allah. Aku berkata dalam diriku, 'Apakah para penggali parit itu semua akan hadir untuk menyantap satu sha' gandum dan seekor domba kecil?' Aku segera masuk rumah dan berkata pada istriku, 'Celaka, aku benar-benar malu, Rasulullah membawa seluruh orang-orang Khandaq kepada kita.' Istri ku bertanya, 'Apakah beliau bertanya berapa banyak makananmu?' 'Ya' Jawabku.

Rasulullah malah berkata, 'Berbahagialah, Allah dan RasulNya lebih mengetahui.' Kata-kata istriku membuat kecemasanku sirna. Tidak lama kemudian Rasulullah datang bersama orang-orang Muhajirin dan Anshar. Beliau bersabda, 'Masuklah dan jangan berdesak-desakkan.' Kemudian beliau bersabda, 'Panggillah orang lain untuk membuat roti bersamamu, jangan menurunkan bejanamu dari tungku, cukup bagimu menciduknya.'

Lalu Nabi memotong-motong roti, meletakkan daging di atasnya dan menyuguhkannya kepada seluruh sahabat. Mereka semua makan dengan kenyang.
Aku bersumpah dengan nama Allah, ketika orang banyak meninggalkan rumahku saat itu bejanaku masih mendidih penuh dengan daging sedangkan adonanku masih seperti sedia kala. Kemudian Nabi bersabda pada istriku, 'Makanlah dan hadiahkanlah.' Maka dia makan dan membagi-bagikannya pada orang lain."



Suatu saat Jabir bin Abdullah berangkat ke Romawi untuk berjihad di jalan Allah. Pasukannya dipimpin oleh Malik bin Abdullah al-Khats ‘amir. Malik berkeliling memeriksa pasukannya untuk mengetahui keadaan mereka, memompa semangat mereka dan memberikan perhatian kepada para pemukanya sesuai dengan kedudukan mereka.

Malik melihat Jabir berjalan kaki, dia menuntun seekor baghl dan memegang tali kekangnya. Malik bertanya, "Mengapa engkau tidak berkendaraan wahai Abu Abdullah? Bukankah Allah telah memudahkan bagimu kendaraan yang bisa engkau tunggangi?"

Maka Jabir menjawab, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa kedua kakinya berdebu di jalan Allah niscaya Allah akan mengharamkannya atas neraka."

Maka Malik meninggalkan Jabir dan berjalan sampai depan pasukannya. Kemudian dia berbalik menghadap pasukannya dan berteriak, "Wahai Abu Abdullah, mengapa engkau tidak berkendara padahal ia ada di tanganmu?"

Jabir mengerti maksud pertanyaan tersebut, dia menjawab dengan suara tinggi, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa kedua kakinya berdebu di jalan Allah niscaya Allah akan mengharamkannya atas neraka."

Maka orang banyakpun turun dari kendaraan mereka. Semua orang ingin meraih pahala tersebut. Tidak ada pasukan dengan pejalan kaki paling banyak dibanding dengan pasukan Malik.



Jabir bin Abdillah z berkata, “Kehausan menimpa para sahabat pada Perang Hudaibiyah. Ketika itu di hadapan Nabi ada bejana (berisi air), beliau pun berwudhu. Manusia menghampiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan wajah-wajah yang tampak kesusahan dan kesedihan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ada apa dengan kalian?’ ‘Wahai Rasulullah, Kami tidak memiliki air untuk berwudhu, tidak pula untuk minum selain air yang ada di hadapanmu.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu meletakkan tangan beliau ke dalam bejana, seketika itu air memancar deras dari sela-sela jari jemari beliau seperti mata air, kami segera minum dan berwudhu dengan air itu.” Jabir ditanya, “Berapa jumlah sahabat ketika itu?” Jabir menjawab, “Seandainya jumlah kami seratus ribu, niscaya air itu mencukupi kami. Ketika itu jumlah kami seribu lima ratus orang.” (HR. al-Bukhari)

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sewaktu ayahku meninggal, ia masih mempunyai utang yang banyak. Kemudian, aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melaporkan kepada beliau mengenai utang ayahku. Aku berkata kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulullah, ayahku telah meninggalkan banyak utang. Aku sendiri sudah tidak mempunyai apa-apa lagi selain yang keluar dari pohon kurma. Akan tetapi, pohon kurma itu sudah dua tahun tidak berbuah.’ Hal ini sengaja aku sampaikan kepada Rasulullah agar orang yang memiliki piutang tersebut tidak berbuat buruk kepadaku.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajakku pergi ke kebun kurma. Sesampainya di sana beliau mengitari pohon kurmaku yang dilanjutkan dengan berdoa. Setelah itu beliau duduk seraya berkata kepadaku, ‘Ambillah buahnya.’ Mendengar perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, aku langsung memanjat pohon kurma untuk memetik buahnya yang tiba-tiba berbuah. Buah kurma itu kupetik sampai cukup jumlahnya untuk menutupi utang ayahku, bahkan lebih.” (HR. al-Bukhari juz 4 no. 780)

TAFSIR SURAH AL-IKHLASH (sumber :aljawad)

TAFSIR SURAH AL-IKHLASH
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Katakanlah ! Dia Allah Yang Satu. Allah ash-Shamad. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Dan tidak ada yang setara bagi-Nya. (QS. 112 : 1-4)

Sebab Turunnya
Imam Ja'far ash-Shadiq as telah berkata : "Ada beberapa orang Yahudi bertanya kepada Rasulullah Saww . Mereka berkata : 'Nisbahkablah Rabb-mu kepada kami.' Selama tiga hari beliau tidak menjawab pertanyaan mereka, kemudian turunlah surah : 'Qul Huwallâhu ahad...'" (HR Al-Kulaini).

Keutamaannya
Al-Ikhlash

memiliki banyak keutamaan di antaranya : jika dibaca bisa mengurangi dosa-dosa, menambah pahala, mencegah kejahatan seseorang yang hendak berbuat zalim kepada kita, menarik simpati malaikat, dan mendatangkan rasa aman. Hal ini tentu saja jika nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diaplikasikan di dalam kehidupan kita.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saww telah bersabda : "Qul Huwallâhu ahad adalah sepertiga Alquran." (Tafsir Ad-Durr Al-Mantsur).

Imam Ali bin Abi Thalib as telah berkata : "Barangsiapa yang membaca Qul Huwallâhu ahad sebanyak sebelas kali setelah selesai shalat shubuh, maka dia pada hari itu tidak diikuti dosa." (Tsawabul 'Amal).

Diriwayatkan dari Amirul Mukminin [Ali bin Abi Thalib] as bahwa Rasulullah Saww bersabda : "Barangsiapa yang membaca Qul Huwallâhu ahad seratus kali ketika berbaring hendak tidur, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya selama lima puluh tahun." (Tsawabul 'Amal).

Imam Ja'far ash-Shadiq berkata : "Barangsiapa menuju tempat tidurnya, lalu dia membaca sebelas kali Qul Huwallâhu ahad..., niscaya Allah menjaganya di dalam rumahnya dan di tempat-tempat yang ada di sekitarnya." (Tsawabul 'Amal).

Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya as bahwa Nabi Saww telah men-shalatkan atas (jenazah) Sa'd bin Mu'adz, lalu beliau bersabda : "Ada sembilan puluh ribu malaikat yang ikut menshalatkan di antara. Di antara (malaikat) yang ikut menshalatkan atasnya adalah Jibrail as. , lalu aku bertanya kepadanya : 'Wahai Jibrail, mengapa Anda menshalatkannya ?' Dia berkata : 'Karena dia suka membaca Qul Huwallâhu ahad...dalam keadaan berdiri dan duduk, dalam keadaan berkendaraan dan berjalan dan dalam keadaan pergi dan datang.'" (Tsawabul 'Amal).

Tafsirnya

Qul Huwallâhu Ahad
Imam Muhammad al-Baqir as telah menafsirkan firman Allah Yang Mahatinggi yakni Qul Huwallâhu ahad. Qul (Katakanlah) yaitu jelaskanlah apa-apa yang telah Kami wahyukan dan apa-apa yang telah Kami kabarkan kepadamu dengannya dengan susunan huruf yang telah Kami bacakan kepadamu agar dengannya orang yang mau mendengar dan dia yang menyaksikan mendapat petunjuk.

Huwa (Dia). Huwa adalah sebuah nama yang ditujukan kepada yang gaib, huruf 'Ha' yang ada pada 'Huwa' adalah 'tanbih' atau peringatan atas makna yang tetap, wawunya isyarat kepada yang gaib yang tidak dapat dijangkau oleh indra, berbeda dengan ucapan Anda "ini" yang menunjukkan kepada yang tampak (syahid) yang dapat dijangkau oleh indra, dan yang demikian itu bahwa orang-orang kafir telah mengingatkan orang lain tentang tuhan-tuhan mereka dengan kata tunjuk yang mengisyaratkan kepada yang tampak yang dapat dijangkau oleh indra, mereka berkata : Inilah tuhan-tuhan kami yang bisa disembah yang dapat dicapai dengan penglihatan, maka tunjukkanlah olehmu kepada kami wahai Muhammad kepada tuhan kamu yang kamu menyeru (manusia) kepada-Nya sehingga kami melihat-Nya, mendapatkan-Nya dan tidak merasa lemah untuk memperoleh-Nya', kemudian Allah Yang Mahaberkah dan Mahatinggi menurunkan Qul Huwallâhu ahad..., maka 'Ha' mengingatkan kepada yang tetap dan "wa" isyarat kepada yang gaib yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan dan yang tidak bisa disentuh oleh indra dan bahwa Dia Mahatinggi dari yang demikian, bahkan Dia yang mencapai penglihatan dan menciptakan indra.

Huwa (Dia bagi Allah) adalah "nama yang agung". Imam Ali as telah berkata : "Semalam sebelum terjadi perang Badar, saya mimpi berjumpa dengan (Nabi) Khidir, lalu saya berkata kepadanya : 'Ajarkan kepadaku sesuatu yang dengannya saya memperoleh kemenangan atas musuh.' Dia berkata kepadaku : 'Ucapkanlah Yâ Huwa yâ man lâ Huwa illa Huwa' (Wahai Dia, wahai yang tidak Dia selain Dia). Ketika pagi datang saya ceritakan mimpi tersebut kepada Rasulullah Saww, lalu beliau berkata kepadaku : 'Wahai Ali,, engkau telah diajari nama yang agung.'"

Pada waktu perang Shiffin (antara Imam Ali dan Mu'awiyyah), Imam Ali as membaca Qul Huwallâhu ahad...", lalu setelah dia selesai membacanya, beliau mengucapkan : "Ya Huwa ya man lâ Huwa illa Huwa ighfirlî wa unshûrnî 'alal qaumil kâfirîn. (Wahai Dia Wahai Dzat yang tiada Dia selain Dia, ampunilah aku dan tolonglah aku terhadap kaum kafir)." Imam Ali mengalahkan pasukan Mu'awiyah.

Ammar bin Yasir bertanya kepada Imam Ali : "Wahai Amirul Mukminin, apa ungkapan kalimat ini ?" Beliau menjawab : "'Nama Allah Yang Agung, tiada tauhid selain Dia', lalu beliau membaca ayat Alquran (yang artinya) : 'Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia.'(QS 2: 18).

Allah. Imam Ali as berkata : "Allah maknanya yang diibadati (ma'bud), yang tak berdaya dan lemah seluruh makhluk untuk mencapai mahiyah-Nya, yang tertutup dari pencapaian penglihatan dan yang terhijab dari angan-angan dan pikiran."

Imam Muhammad al-Baqir as berkata : "Allah maknanya yang diibadati yang lemah seluruh makhluk dalam mencapai esensi-Nya dan lemah untuk mengetahui kebagaimanaan-Nya."

Ahad.Ahad dan wahid artinya sama yakni satu. Satu bagi Allah adalah bukan satu sebagai pembuka bilangan, yaitu ada dua, tiga, empat, dan seterusnya, bukan satu yang bisa dibagi sehingga ada seperdua, sepertiga, seperempat, dan sebagainya, dan bukan pula satu yang terdiri dari beberapa unsur, seperti halnya manusia terdiri dari ruh dan jasad. Jadi, satu bagi Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan satu bagi makhluk-Nya.

Imam Muhammad al-Baqir as telah mengatakan : "Ahad itu tunggal yang menyendiri, ahad dan wahid itu maknanya sama yaitu yang menyendiri yang tidak ada saingan bagi-Nya."

Imam Ali as berkata kepada seorang Arab : "Wahai A'rabi, sesungguhnya ucapan yang mengatakan Allah itu bisa terbagi kepada empat bagian : dua bagian tidak boleh atas Allah Azza wa Jalla, dan dua bagian tetap pada-Nya. Adapun dua yang tidak boleh atas-Nya adalah ucapan seseorang : satu yang dia maksudkan dengannya pembuka bilangan, maka ini yang tidak boleh karena tidak ada yang kedua bagi-Nya, Dia tidak masuk pada pembuka bilangan. Tidakkah Anda perhatikan bahwa telah kufur orang yang mengatakan : 'yang ketiga dari yang tiga.' Dan yang keduanya adalah ucapan seseorang yang mengatakan : Dia satu dari manusia yang dia maksudkan dengan-Nya adalah macam dari jenis, maka ini tidak boleh atas-Nya karena yang demikian itu tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya), Mahamulia Rabb kita dan Mahatinggi. Ada dua wajah yang tetap pada-Nya adalah ucapan yang mengatakan : Dia adalah satu yang tidak ada penyerupaan bagi-Nya pada segala sesuatu, begitulah Rabb kita. Kedua, perkataan yang mengatakan : Sesungguhnya Dia Yang Mahaagung dan Mahamulia Ahadiyyul ma'na (kesatuan makna), yakni yang dimaksudkan dengannya ialah bahwa Dia tidak terbagi kepada wujud, akal, dan pikiran. Begitulah tentang Rabb kita Azza wa Jalla." (Tawhid 83 - 84).

Ash-Shamad. Telah berkata Imam Muhammad al-Baqir as : "Adalah Muhammad putra al-Hanafiyyah (Allah rela kepadanya) berkata : 'Ash-Shamad adalah yang berdiri sendiri yang cukup dari selain-Nya, ash-Shamad adalah Yang Mahatinggi dari alam semesta dan dari kerusakan dan ash- Shamad adalah yang tidak disifati dengan perubahan.'"

Imam Muhammad al-Baqir as berkata : "Ash-Shamad adalah sayyid yang ditaati, yang tidak ada di atasnya yang memerintah dan yang melarang."

Imam Ali Zainul Abidin as telah ditanya tentang ash-Shamad. Beliau berkata : "Ash-Shamad ialah yang tidak ada sekutu bagi-Nya, yang tidak lemah menjaga sesuatu dan tidak terlepas (pengawasan) sesuatu dari-Nya."

Wahab bin Wahab al-Quraisyi telah berkata : 'Ash-Shadiq Ja'far bin Muhammad telah menyampaikan hadis kepadaku dari ayahnya al-Baqir dari ayahnya as bahwa orang-orang Bashrah telah menulis surat kepada al-Husain bin Ali as. Mereka bertanya kepadanya tentang ash-Shamad, lalu beliau menulis surat kepada mereka : 'Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Maha Pengasih. Adapun kemudian, maka janganlah kalian bermain-main tentang Alquran, dan janganlah kalian berbantah-bantahan tentangnya dan janganlah kalian berbicara tentangnya tanpa ilmu, karena sesungguhnya aku telah mendengar kakekku Rasulullah Saww bersabda : 'Barangsiapa yang berkata tentang Alquran tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduknya dari api neraka'. Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci telah menafsirkan ash-Shamad. Dia berfirman : 'Allahu Ahad Allah ash-Shamad' kemudian Dia menafsirkan dengan firman-Nya : 'Lam yalîd wa lam yûlad wa lam yakun lahu kufuwan ahad.'

Lam yalîd (Dia tidak melahirkan). Artinya, dia tidak keluar dari-Nya sesuatu yang kasar seperti anak dan segala sesuatu yang kasar yang lazim keluar dari makhluk-makhluk, dan Dia tidak keluar dari sesuatu yang lembut serta halus seperti nafas, dan tidak bercabang dari-Nya badawat seperti ngantuk, tidur, merasa, pilu, sedih, gembira, tertawa, menangis, takut, mengharap, benci, cinta, sum'ah, lapar, dan kenyang. Dia Mahasuci keluar darinya sesuatu dan lahir dari-Nya sesuatu baik yang kasar maupun yang halus.

Wa lam yûlad (Dan Dia tidak dilahirkan). Artinya, Dia tidak lahir dan tidak keluar dari sesuatu sebagaimana keluarnya segala sesuatu keluar dari sesuatu, hewan keluar dari hewan, tumbuh-tumbuhan dari bumi, air dari mata air, buah-buahan dari pohon. Dan tidak sebagaimana keluarnya segala sesuatu yang halus dari pusat-pusatnya seperti penglihatan keluar dari mata, pendengaran keluar dari telinga, penciuman dari hidung, rasa dari mulut, ucapan dari lidah, pengetahuan dan tamyiz (dapat membedakan) dari hati dan seperti api keluar dari batu. Tidak, bahkan Dia Allah Ash-Shamad yang tidak dari sesuatu, tidak pada sesuatu, dan tidak di atas sesuatu. Dia yang mengadakan dan menciptakan segala sesuatu dan Dia yang membentuk segala sesuatu dengan kekuasan-Nya. Menuju kepada kehancuran apa-apa yang telah Dia ciptakan untuk fana (binasa) dengan Kehendak-Nya, dan akan kekal apa yang Dia ciptakan untuk kekal dengan ilmu-Nya, maka yang demikian itu adalah Allah ash-Shamad yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, yang mengetahui yang gaib dan syahadah, Yang Mahabesar dan Mahatinggi dan tidak ada yang sekufu bagi-Nya satupun.

Takwilnya . Keutamaan Imam Ali as dimisalkan dengan keutamaan surah ini Ibnu Abbas ra telah berkata : "Telah bersabda Rasulullah Saww : 'Wahai Ali, tiada lain perumpamaan dirimu di tengah-tengah manusia itu melainkan seperti 'Qul Huwallâhu ahad' di dalam Alquran, siapa yang membacanya satu kali maka seolah-olah dia telah membacanya sepertiga Alquran, siapa yang membacanya dua kali, maka seolah-olah dia telah membacanya dua pertiga Alquran, dan siapa yang membacanya tiga kali, maka seolah-olah ia telah membaca Alquran seluruhnya. Demikian juga tentang dirimu, wahai Ali. Siapa yang mencintaimu dengan hatinya, maka dia telah mencintaimu sepertiga iman; siapa yang mencintai dengan hati dan lidahnya, maka dia telah mencintaimu dua pertiga iman, dan siapa yang mencintaimu dengan hati, lidah, dan tangannya, maka dia telah mencintai iman semuanya. Demi Yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan kebenaran, seandainya penduduk bumi ini mencintaimu sebagaimana penghuni langit mencintaimu, maka Allah tidak akan mengazab seorang pun dari mereka".

Pembagian Umat Islam
Umat Islam dalam mengamalkan kitab suci Alquran sangat tergantung kepada kecintaan mereka kepada Imam Ali as. Jika kecintaan kita kepada Imam Ali yang hanya sebatas hati dan lidah, yakni kita mengakui kedekatannya dengan Allah Swt, dengan Rasulullah Saww dan kita mengakui keluasan ilmunya, ketakwaannya, kesalehannya, kesucian jiwanya, kemuliaan akhlaknya, keberaniannya, kezuhudannya, kewara'annnya, dan kedermawanannya lebih dari orang lain selain Rasulullah Saww tetapi kita tidak berada di pihaknya atau tidak membela hak-haknya dan kita tidak menaatinya, maka pada hakikatnya kita tidak mencintainya dan tidak mengamalkan Alquran seluruhnya. Jadi, kesimpulan dari takwil tersebut adalah sebagai berikut :

Jika kita mencintai Imam Ali hanya dengan hati kita, maka kita hanya mengamalkan sepertiga Alquran, berarti kita hanya menjadi Muslim atau Muslimah yang beriman kepada sebagian Alkitab dan kufur kepada dua pertiganya.

Jika kita mencintai Ali bin Abi Thalib hanya dengan hati dan lidah, maka kita telah mengamalkan dua pertiga Alquran, berarti kita telah menjadi Muslim atau Muslimah yang telah beriman kepada dua pertiga Alquran dan masih kufur kepada sepertiganya.

Jika kita mencintai Imam Ali dengan hati, lidah, dan tangan kita, maka kita telah beriman kepada seluruh isi Alquran, sebab Imam Ali dan Rasulullah Saww telah mengamalkan seluruh isi Alquran, maka orang-orang yang membuktikan kecintaannya kepada mereka dengan mengikutinya, berarti telah beriman kepada seluruh Alquran.

Iman dan nifak seseorang yang sangat ditentukan oleh kecintaan kepada Imam Ali. Rasulullah Saww telah bersabda : "Wahai Ali, tidak akan mencintaimu kecuali orang yang beriman, dan tidak akan membencimu kecuali orang munafik." (HR. Muslim).

Para sahabat Nabi Saww seperti Ibnu Abbas, Abu Said al-Khudri, Abu Dzar al-Ghiffari dan lain-lain telah melaporkan bahwa pada zamannya mereka mengenal orang yang memiliki sifat nifak itu dari ketidaksenangannya kepada Imam Ali as.

Spesifikasi al-Ikhlash
Al-Ikhlash mempunyai kekhususan tersendiri yakni : (i) Dia dianjurkan dibaca pada shalat-shalat tertentu, seperti pada dua rakaat pertama dari shalat malam, salah satu rakaatnya dibaca surah ini; (ii) seperti yang sudah disebutkan, surah ini bisa dijadikan wirid setelah shalat shubuh, menjelang tidur, atau kapan saja; (iii) Bila di dalam shalat kita telah membaca sebagian dari surah ini maka kita tidak diperbolehkan menggantinya dengan surah yang lain; (iv) jika kita jarang membaca surah ini, maka kita akan termasuk orang yang memperoleh ancaman, sebagaimana dalam hadis-hadis berikut :

Abu Abdillah [Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq] as berkata : "Barangsiapa yang telah berlalu baginya tiga hari, dia tidak membacanya pada hari-hari itu 'Qul Huwallâhu ahad', maka sesungguhnya dia telah hina dan mencopot tali Islam dari lehernya, lalu seandainya dia mati pada tiga hari ini maka dia sebagai orang yang kufur kepada Allah Yang Mahabesar (Tsawabul 'Amal).

Dalam riwayat Ishaq bin Ammar dari Abu Abdillah as dia telah mengatakan : "Saya telah mendengarnya beliau bersabda : 'Barangsiapa yang berlalu baginya satu Jum'at, dia tidak membaca satu Jum'at (sepekan) itu 'Qul Huwallâhu ahad', kemudian dia mati, maka dia mati atas ajaran Abu Lahab.'"

Abu Abdillah as berkata : "Barangsiapa yang sakit atau terkena suatu musibah dan tidak membaca padanya 'Qul Huwallâhu ahad', kemudian dia meninggal dunia dalam sakitnya itu atau di dalam musibah yang telah turun kepadanya, maka dia dalam neraka".

Sumber: aljawad.tripod.com

SURAT AL QADR BACAAN, TERJEMAHAN, MANFAAT, KEAMPUHAN DAN KANDUNGANNYA

SURAT AL QADR BACAAN, TERJEMAHAN, MANFAAT, KEAMPUHAN DAN KANDUNGANNYA
(hasil salin dari:https://moslemquw.blogspot.com/2017/01/surat-al-qadr-bacaan-terjemahan-manfaat.html?showComment=1551481676628#c6659388893841050690)
January 08, 2017
Surah Al-Qadr adalah surah ke-97 dalam al-Qur'an yang terdiri atas 5 ayat dan termasuk golongan Makkiyah. Surah ini diturunkan setelah surah 'Abasa dan dinamai al-Qadr (Kemuliaan) yang diambil dari kata al-Qadr yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Menurut para mufassir, Kitab Al-Qur'an mulai diturunkan pada Lailatul Qadr meski tiada kata Al-Qur'an dalam keseluruhan surah ini. Pada ayat keempat dikatakan bahwa dalam Lailatul Qadr, para malaikat beserta "Al-Ruh" hadir ke dunia untuk mengatur berbagai urusan. Penentuan kapan terjadinya Lailatul Qadr di bulan Ramadhan masih sering diperselisihkan oleh berbagai mazhab.

SURAT AL QADR BAHASA ARAB

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ

سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

BACAAN SURAT AL QADR LATIN

"Bismillahirrahmanirrahim"

1. Inna anzalna Hufilailatil qodr.

2. wamaa ad-ro kama-lailatul qodr

3. lailatul qod-ri khoirum min-al fi-syaH (r)

4. tanaz-zalul malaa ikatu warruju fii-Habi idz-ni robbiHim minkulli am (r)

5. sala-mun Hiya hatta mat (tho) la-'il fajr

TERJEMAHAN SURAT AL FATIHAH BAHASA INDONESIA

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"
1. Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemulian
2. Dan tahukan kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikan dan malaikan Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar

KHASIAT DAN KEISTIMEWAAN DARI SURAT  AL QADR

1. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Al-Qadar, pahalanya sama dengan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dan menghidupkan malam Al-Qadar.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5: 613).
2. Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata: “Tidak ada seorang pun hamba yang membaca surat Al-Qadar tujuh kali sesudah shalat Subuh, kecuali para malaikat ber-shalawat kepadanya 70 shalawat dan mencurahkan rahmat kepadanya 70 rahmat.” (Mafatihul Jinan: 79).
3. Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang membaca surat Al-Qadar dalam shalat-shalat fardhunya, malaikat memanggilnya: Wahai hamba Allah, Allah telah mengampuni dosamu yang lalu, maka mulailah amalmu yang baru.” (Tafsir Ats-Tsaqalayn 5: 612)
4. Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Barangsiapa yang berziarah ke kubur saudaranya yang seiman, kemudian ia meletakkan tangannya pada kuburannya sambil membaca surat Al-Qadar (7 kali), Allah menjamin baginya keamanan dari ketakutan yang paling besar.” (Tafsir Ats-Tsaqalayn 5: 613).
5. Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) menasehati para sahabat dan pengikutnya: “Barangsiapa yang sakit, hendaknya ia mengambil bejana yang baru, kemudian diisi air oleh dirinya sendiri, lalu membacakan pada air itu surat Al-Qadar secara tartil sebanyak (30 kali), kemudian air itu diminum, dibuat wudhu’ dan diusapkan pada bagian yang sakit, jika airnya kurang bisa ditambahkan. Jika hal itu dilakukan, insya Allah dalam waktu tiga hari Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.”(Tafsir Ats-Tsaqalayn 5/613).